Jumat, 16 Januari 2009

Untuk Keisha Salma Dhiya


Setelah kehilangan anak pertama, enam bulan kemudian saya hamil lagi. Dalam dunia kedokteran anak saya yang kedua ini disebut 'anak mahal' karena anak pertama meninggal. Tapi Keisha ini betul-betul anak mahal.

Saya dinyatakan positif setelah pemeriksaan kehamilan oleh dr.Edy di RS Bersalin Budi Mulia Makasar. Ketika kandungan berusia 2 bulan saya dan suami pindah dari Makasar karena suami harus mengikuti pendidikan PTIK di Jakarta. Sementara suami tinggal di flat PTIK, saya pulang kampung ke Bandung.

Pemeriksaan kandungan selanjutnya saya percayakan kepada dr.Susan Melinda, SPOG di RS Melinda Bandung. Alangkah terkejutnya saya ketika hasil lab menyatakan bahwa saya positif terkena syndrom ACA. Darah saya terlalu kental untuk ukuran ibu hamil (orang awam bilang penyakit kental darah), akibatnya membahayakan janin karena janin tidak cepat memperoleh makanan. "Apalagi ini", kataku saat itu. Dokter menyarankan aku menjalani pengobatan untuk menegencerkan darah, yang pertama dengan obat-obatan tapi kemungkinan berhasil hanya 30%, yang kedua dengan suntikan dengan tingkat keberhasilan 80%.

Akhirnya saya memilih pengobatan untuk mengencerkan darah dengan suntikan, memang memerlukan biaya yang cukup mahal. Dalam 1bln saya membutuhkan 2 ampul Fraxiparin. 1 ampul Fraxiparin Rp.978.000,- sudah termasuk 12 alat suntik. Obat tersebut harus disuntikan per 2 hari. Dokter juga memberi resep beberapa merk vitamin dan kalsium.

Sudah tidak terhitung biaya yang dikeluarkan untuk mengalahkan Syndrom ACA dan mempertahankan janin. Sudah tidak terhitung pula banyaknya suntikan yang mendarat di badan ketika saya mengandung anak yang kedua. Tapi semua itu tidak ada artinya dibanding dengan harapan saya untuk memomong seorang anak.

Prediksi dokter boleh hanya 80%, tapi saya percaya yang maha menentukan hanya Allah YME.

Akhirnya saat bahagia pun tiba, anakku yang kedua lahir dengan selamat melalui operasi sesar (sectio) ketika usia kandungan 8 bulan. Saat operasi sesar, saya didampingi oleh 4 dokter. dokter kandungan, dokter anastesi, dokter internist, dan dokter anak. Akhirnya, saya bisa mengalahkan syndrom ACA semasa mengandung anak kedua. Terima kasih Yaa Allah..

Anak kedua yang cantik kami beri nama Mysha Salma Dhiya, tapi kemudian kami ganti menjadi Keisha Salma Dhiya. Bukan tanpa alasan Mysha diganti nama menjadi Keisha. Orang tua yang menyarankan agar diganti menjadi Keisha. Karena saat lahir, badan Keisha biru-biru, diprediksi klep jantungnya belum menutup sempurna. Tapi Alhamdulillah 5 hari kemudian klep jantung Keisha menutup sempurna. Tapi saat itu belum bisa kami bawa pulang juga karena Keisha badannya kuning-kuning dan minum susu masih melalui selang lewat hidung karena daya hisap Keisha lemah.

15 hari kemudian, 1 hari sebelum aqiqah, kesehatan Keisha menunjukkan kemajuan yang signifikan. Keisha bisa menghisap sendiri air susunya melalui dot, dan Keisha bisa kami bawa pulang dari Rumah Sakit.

Keisha tumbuh menjadi anak yang Alhamdulillah tidak pernah sakit sampe umur 4 bulan. Padahal Keisha tidak minum ASI dari usia 16 hari. Kata orang-orang, anak yang tidak dapet ASI daya tahan tubuhnya kurang. Tapi Alhamdulillah itu tidak terbukti pada Keisha. Bagus atau tidaknya daya tahan tubuh anak bukan karena ASI tapi karena Allah yang menentukan. Saya juga bukannya tidak mau kasih Keisha ASI tapi karena selama 15 hari di RS keisha tidak bisa minum ASI secara langsung karena daya isap Keisha lemah. Setelah itu pun saya tidak bisa memberi ASi Eksklusif karena air susunya tidak keluar.

Alhamdulillah umur Keisha sekarang sudah hampir 14 bulan, pertumbuhannya pun jauh diatas pertumbuhan batita seumuran Keisha. LUV U KEISHA..MAKASIH YAA ALLAH...

Satu hal yang ingin saya bagi untuk semua. Syndrom ACA bukan sesuatu yang menakutkan. Itu semua hanya prediksi manusia tapi Allah SWT yang menentukan semuanya. Bagi semua yang ingin berbagi mengenai syndrom ACA atau bertanya langsung mengenai pengalaman saya hamil dengan syndrom ACA, bisa tulis komentar di blog ini. semoga bermanfaat.

Kamis, 15 Januari 2009

Untuk Alliyah Setiawan (almh)


Saya menikah pada tgl. 9 juli 2005. Pada saat itu saya masih tercatat sebagai pegawai Bank Mandiri Cab. Bandung Buah Batu. Karena suatu hal, satu bulan setelah menikah, saya memilih untuk ikut suami tinggal di Makasar dan mengundurkan diri dari Bank Mandiri. Di Makasar, saya tinggal di Aspol Brimob Pa'Baeng-Baeng.

Bulan september saya dan suami pulang ke Bandung untuk merayakan resepsi pernikahan kami pada tgl. 17 september 2005. setelah acara resepsi, saya merasakan morning sick, setelah dicek ternyata saya positif hamil. Dengan terpaksa saya tetap tinggal di Bandung, sementara suami pulang ke Makasar.

Untuk pemeriksaan kehamilan saat itu dengan alasan ekonomis, sebagai seorang bhayangkari saya memilih fasilitas Rumkit Bhayangkara Sartika Asih Bandung. Tapi obat bayar lho!
Selain morning sick dan menjadi cepat emosi, saya tidak merasakan hal yang aneh pada kandungan saya. Namun, bagai petir disiang bolong, pada pemeriksaan terakhir tgl.22 mei 2006, dokter menyatakan bahwa bayi saya di dalam kandunga sudah meninggal. Padahal pada pemerikasaan sebelumnya, seminggu sebelumnya, dokter bilang kandungan saya masih baik-baik saja. Jauh dalam hati saya menginginkan bahwa semua ini hanya mimpi, atau omongan dokter salah.

Tgl. 23 Mei 2006, dibantu dr.Harun, Spog, saya melahirkan Alliyah Setiawan (almh) secara normal. Betul, bayi saya sudah meninggal, anakku tidak menangis saat dilahirkan. Saat itu, saya berfikir bahwa perjuangan saya mengandung 9 bulan sia-sia. Untuk mendengarkan anak saya menangis pada saat dilahirkan pun Alloh tidak mengijinkan. Mungkin itu semua karena dosaku. Yaa Allah, smoga Kau jadikan anakku Alliyah Setiawan (almh) sebagai nur cahaya untuk kehidupan aku dan suamiku dunia dan akhirat. Amien